Tadi siang (4/2), saya
berkunjung ke Warkop Waw. Kedai kopi yang berlokasi di Kompleks Perumahan Graha
Madu Pesona, Jl. Turi Raya, Tanjungsenang, Bandarlampung ini adalah milik
Ismail Komar.
Saya biasa menyapa
Ismail Komar dengan Mas Komar. Dia adalah senior saya waktu masih bekerja di
SKH Radar Lampung.
Saya memang sengaja
berkunjung ke Warkop Waw tadi siang. Sebab, saya sudah cukup lama tidak bertemu
Mas Komar. Seingat saya kali terakhir kami bertemu pada 2016.
Kala itu saya
berkunjung ke rumahnya bersama Chairman Radar Lampung Group Pak Ardiansyah dan
GM Radar Lampung Bang Purna Wirawan. Kunjungan saat itu dalam rangka
menjenguknya lantaran Mas Komar menderita sakit yang sudah sangat parah.
Pada 2016 itu, saya
cukup terhenyak melihat kondisinya. Badannya sangat kurus dan tidak mampu
berjalan lagi.
Saat itu saya hanya
bisa berdoa agar Allah SWT mengangkat penyakitnya. Meskipun dalam hati ada
sedikit keraguan apakah dia bisa sembuh dari penyakitnya.
Sebab, kondisinya saat
itu sudah seperti tengkorak hidup. Tulang-tulangnya terlihat menonjol lantaran
saking kurusnya. Itu karena ada empat penyakit mengidap di tubuhnya. Yakni
liver yang sudah stadium 2. Lalu diabetes dengan stadium paling tinggi.
Kemudian jantung, dan paru-paru.
Nah, beberapa hari
belakangan ini, saya mendengar Mas Komar sudah sembuh dari sakitnya dan
menyulap rumahnya menjadi warung kopi.
Saya juga sempat
membaca tulisan Mas Komar di salah satu media online mengenai penyakitnya yang
sembuh lewat kopi sebagai obatnya.
Informasi itulah yang
semakin menguatkan saya untuk berkunjung ke Warkop Waw. Tujuannya selain
silaturahmi, juga untuk "mengobati" rasa ingin tahu saya mengenai
kopi yang dikatakannya menjadi obat bagi penyakit-penyakit parah yang hinggap
di tubuhnya.
"Ya...., Allah SWT
selamatkan saya lewat kopi," katanya kepada saya.
Dia menceritakan, saat
sakit, dirinya sudah pasrah bahkan hampir putus asa dengan kondisinya.
Dari 2015 sampai 2018,
dia keluar masuk rumah sakit. Mulai RS Urip Sumoharjo hingga RS Siloam Jakarta.
Dia bahkan sempat menjalani operasi sampai dua kali di paru-parunya.
"Kalau rawat inap
di RS sudah tak terhitung berapa kali. Badan saya semakin kurus, sampai bobot
tubuh saya hanya 35 kilogram.
Harta saya juga habis untuk biaya
pengobatan," kenangnya.
Hingga akhirnya dia
memutuskan untuk ke luar RS dan menjalani perawatan di rumahnya lantaran sudah
putus asa dengan penyakitnya.
Lalu, bagaimana
ceritanya kopi sebagai obat penyakit yang mengidap di tubuhnya?
Menurut dia, semua
berawal dari istrinya yang mendapatkan informasi tersebut dari koleganya sesama
dokter.
Ya, istri Mas Komar
memang seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Gadjah Mada
(UGM). Dari kawan istrinya sesama alumni FK UGM yang meneliti khasiat kopi,
istrinya disarankan memberikan kopi jenis robusta secara rutin kepadanya.
Tetapi, kopi yang
diminum bukan yang biasa dibeli di warung. Kopi tersebut harus diracik
sedemikian rupa. Mulai dari lokasi asal biji kopinya, cara sangrainya, hingga
menyeduhnya dengan air bersuhu 85-90 derajat. Dan, tanpa gula!
Menurut Mas Komar,
awalnya istrinya tidak memberi tahu jika dirinya diberikan kopi 'khusus"
oleh istrinya secara rutin. Dia baru mengetahui ketika sudah sebulan
mengonsumsi kopi tersebut. Itu setelah kadar gula darahnya tiba-tiba turun
drastis.
"Saya baru sadar
ketika tubuh saya agak enakan. Kadar gula saya juga menurun hingga di bawah
200. Angka itu bisa disebut normal. Saat sakit itu kan dalam sehari, saya bisa
lima kali mengecek kadar gula di tubuh saya," katanya.
Lantas ia menanyakan
kepada istrinya mengenai perlakuan apa yang diberikan kepadanya. Dan istrinya
mengatakan hanya memberinya kopi.
Menurutnya, dia tidak
sadar jika istrinya memberikan kopi secara rutin kepadanya dengan tujuan untuk
mengobatinya.
"Jadi istri saya
memberi kopi tiga kali dalam sehari. Pukul 08.00-09.00. Lalu 12.00-13.00.
Kemudian, 16.00-17.00," terangnya.
Dia mengaku, setelah rutin
mengonsumsi kopi, tubuhnya semakin sehat. Berat badannya juga kian bertambah.
Dari yang tadinya hanya 35 kilogram, kini menjadi 55 kilogram. Hingga akhirnya
ia bisa beraktivitas seperti dulu.
Mas Komar lantas
memutuskan untuk mendalami ilmu perkopian. Sudah berbulan-bulan ini dia menimba
ilmu tentang kopi. Bahkan sampai ke Pulau Jawa.
Akhirnya dia bisa
menarik kesimpulan mengapa kopi bisa menjadi obat untuk penyakitnya.
Menurut dia, dari hasil
yang dipelajarinya, kopi robusta yang diperlakukan secara benar memang
berkhasiat sebagai obat.
Dia mengatakan, kopi
hanya bisa tumbuh di dataran tinggi, sehingga tanaman tersebut bebas polusi dan
berkhasiat menjadi obat.
Jika perlakuannya
benar, saat dikonsumsi, kopi robusta juga menjaga metabolisme tubuh.
"Jadi, sifat kopi
itu merubah keasaman di tubuh menjadi basa. Nah, saya terobati karena itu.
Lingkungan tubuh saya dibenahi oleh kopi. Sementara, penyakit saya terpicu
karena kondisi tubuh yang asam," jelasnya.
Dia mengungkapkan, kopi
yang tidak diracik secara benar malah bisa membahayakan tubuh. Salah satunya
adalah saat penyangraiannya. Jika berlebihan saat "pembakarannya"
maka kopi akan berubah zatnya menjadi karbon. Sehingga, saat dikonsumsi, akan
menambah keasaman tubuh.
Karena itulah, menurut
dia, kadang ada yang minum kopi malah menjadi migrain, atau asam lambung kumat.
"Kalau ke dokter,
kita kadang disarankan jangan ngopi dulu. Itu karena pengolahan kopinya tidak
benar. Padahal, jika kopinya diolah dengan benar, mulai dari biji hingga
menjadi bubuk sampai menyeduhnya, kopi itu berfungsi sebagai obat,"
yakinnya.
Dia melanjutkan, kopi
juga bisa berfungsi sebagai anti depresan. Menghilangkan stress. Juga
meningkatkan vitalitas.
"Jadi kalau kamu
ejakulasi dini, coba minum kopi yang diolah dengan benar secara rutin. Insya
Allah terobati. Saya sudah membuktikannya, saya kan penderita diabetes,"
bebernya.
Mas Komar juga sempat
menceritakan mengenai dari mana dia mendapatkan kopi untuk kedainya. Selain
hunting langsung ke petani di wilayah Hanakau, Waytenong, dan Sekincau, dia
juga terkadang membeli di koperasi kopi.
"Saya juga beli
kopi dari Wherly -Fahuri Wherlian Ali KM - (Ketua Koperasi Fine Robusta,"
ucapnya.
Di akhir perbincangan,
dia mengungkapkan harapannya agar di Lampung menjamur kedai-kedai kopi.
Harapannya, jika hilir ramai, maka hulu (petani kopi, Red) juga akan ramai
pembeli. Sehingga petani kopi bisa sejahtera.
"Tapi kopi yang
disuguhkan harus kopi yang diolah dengan benar.
Tidak diperlakukan sembarangan.
Saya siap mengajarkan kepada siapapun yang mau belajar. Datang saja ke Warkop
Waw. Belajarnya gratis!" pungkasnya.(whk)
Oleh: Wirahadikusumah